Kesehatan mental atlet esports profesional jarang dibahas oleh media. Padahal, seorang atlet esports profesional juga memiliki beban mental yang berat. Banyak orang yang tidak tahu bahwa menjadi seorang atlet esports bukanlah hal mudah seperti yang dibayangkan banyak orang.
Menjadi atlet esports profesional adalah sebuah impian bagi gamer. Bagaimana tidak? Pemain esports dibayar untuk bermain game yang mereka gemari setiap hari dan bertanding di hadapan ribuan orang dan menjadi terkenal.
Walapun sekilas terlihat menyenangkan, tetap saja ada pengorbanan yang harus para pemain esports lakukan supaya mereka layak disebut seorang profesional.
Berikut ini kita akan membahas mengenai beban mental apa saja yang harus dihadapi jika ingin menjadi seorang pemain esports profesional.
Beban Mental Atlet Esports
Ketika seorang atlet esports profesonal sedang meniti karir mereka pasti ada saja masalah yang harus dihadapi. Salah satunya adalah masalah kesehatan mental seperti berikut ini:
1. Stres dan burnout
Stres dan burnout menjadi masalah kesehatan mental yang pertama bagi seorang atlet esports profesional. Bermain game merupakan hal yang sangat menyenangkan bagi seorang gamer. Tetapi, jika bermain game dilakukan secara terus-menerus tentu saja akan mencapai titik jenuh.
Walaupun aktivitas tersebut sangat menyenangkan mungkin akan bertahan selama beberapa bulan. Tetapi, jika dilakukan selama bertahun-tahun akan membuat atlet esports merasa bosan. Hal ini yang sangat dikhawatikan karena dapat menyebabkan atlet esports tersebut kehilangan motivasi bermain.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh University of Chicheste, didapati bahwa para atlet esports tetap menghadapi tantangan mental yang sama dengan atlet olahraga tradisional. Sehingga, jangan mengira jika menjadi atlet esports adalah pekerjaan yang mudah karena hanya duduk manis di depan layar untuk bertanding.
Sedangkan menurut Yohannes Paraloan Siagian, mantan Vice President EVOS Esports pernah mengatakan kalau beban mental para atlet esports justru lebih berat jika dibandingkan dengan atlet olahraga biasanya.
Hal ini didasari karena atlet olahraga tradisional biasa hanya dituntut untuk memberikan performa terbaik dalam satu turnamen olahraga. Sedangkan, seorang atlet esports harus mengikuti beberapa turnamen atau liga dalam satu tahun. Ini membuktikan jika mereka harus memberikan performa terbaik lebih dari satu kali.
Selain itu, mereka juga harus menjaga supaya performanya tetap stabil selama waktu yang lebih lama dari atlet olahraga tradisional. Hal ini tentu saja menjadikan kondisi psikis seorang atlet esports mengalami stres yang tinggi.
2. Siap menerima berbagai pujian dan hinaan dari masyarakat
Seperti yang sudah kita tahu, toxicity netizen Indonesia sudah menjadi rahasia umum. Saat ini merupakan zamannya media sosial yang semua informasi dapat diakses dengan mudah melalui internet.
Tentu saja hal ini menambah beban baru baru untuk pemain esports karena jalur komunikasi publik yang begitu cepat dan tidak dapat difilter.
Sebuah dilema tercipta dari kemajuan teknologi telekomunikasi ini. Ketika seorang atlet esports berhasil memenangkan pertandingan ia akan lebih cepat menerima semua pujian ke akun media sosial mereka.
Tetapi, jika atlet esports tersebut kalah maka mereka dapat dengan cepat menerima semua hinaan, kata-kata kasar, dan sebagainya.
Seorang atlet esports harus bisa menerima perkataan seperti apa yang dapat memotivasi mereka agar bermain dengan lebih baik. Jangan jadikan hinaan membuat atlet esports merasa bersalah yang berlarut-larut sehingga dapat mempengaruhi performa mereka selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar